Tembok Anggaran: Pengkhianatan Terhadap Ruang Publik dan Wajah Budaya Melayu di Taman Gurindam 12
LENSAMATA.COM-Tanjungpinang,
Gerakan Anak Melayu Negeri Riau (GAMNR) mengecam keras arah pembangunan lanjutan proyek Taman Gurindam 12 yang saat ini justru menampilkan pengingkaran terhadap prinsip dasar ruang publik, nilai estetika pesisir, dan wajah budaya Melayu itu sendiri,Kamis (17/07/2025)
Ketua GAMNR, Said Ahmad Syukri (Sas Joni), menyebut keberadaan tembok setinggi sekitar 1 meter di sepanjang tepi taman sebagai bentuk nyata dari pembangunan yang terputus dari jiwa rakyat dan warisan budaya.
Taman Gurindam 12 bukan sekadar proyek beton, ia adalah simbol terbuka warisan Raja Ali Haji. Ketika dibentengi dengan tembok, maka yang dipenjara bukan hanya pandangan ke laut, tapi juga semangat keterbukaan budaya itu sendiri," ujarnya.
Taman Gurindam 12 adalah Ruang Mobilitas, Bukan Area Terisolasi
Sebagai wajah depan Kota Tanjungpinang yang menghadap laut, Taman Gurindam 12 telah menjadi ruang publik strategis tempat beraktivitas warga, pertunjukan budaya, dan interaksi generasi muda dengan identitas Melayunya.
Namun kini, dengan adanya konstruksi tembok penghalang dan material proyek yang berserakan, kawasan ini kehilangan fungsinya sebagai ruang mobilitas sosial dan ekspresi budaya terbuka.
GAMNR mempertanyakan:
Untuk siapa proyek ini dibangun?
Mengapa ruang publik justru disekat?
Mengapa anggaran Rp4 miliar tidak disertai kepekaan budaya dan sosial?
Ini bukan hanya soal tembok, ini soal mentalitas kekuasaan yang gagal memahami esensi ruang bersama. Apakah Pemprov Kepri membangun untuk rakyat atau untuk laporan proyek semata?
Desakan GAMNR Kepada Pemprov Kepri
1. Segera bongkar atau ubah struktur tembok yang menghalangi akses visual dan estetika ruang publik.
2. Tinjau ulang seluruh desain lanjutan Taman Gurindam 12 agar berbasis pada kearifan lokal dan keterbukaan ruang.
3. Libatkan budayawan, arsitek lokal, serta komunitas warga dalam penataan kawasan yang sensitif budaya.
4. Stop proyek yang menyingkirkan rakyat dari lautnya sendiri.
Taman Gurindam 12 seharusnya menjadi milik bersama, bukan area eksklusif yang ditata tanpa akal dan rasa.
Jangan sampai nama ‘Gurindam’ hanya jadi branding proyek, tapi jiwanya dilucuti demi laporan pekerjaan fisik belaka.
(Ruddi)
Posting Komentar untuk "Tembok Anggaran: Pengkhianatan Terhadap Ruang Publik dan Wajah Budaya Melayu di Taman Gurindam 12"