Lomba Dragon Boat Race di Tanjungpinang Terancam Tenggelam!

LENSAMATA.COM-Perhelatan Dragon Boat Race yang telah menjadi bagian dari sejarah budaya di Kota Tanjungpinang selama puluhan tahun kini terancam tenggelam, bukan karena gelombang laut, melainkan karena gelombang ketidakpedulian dari pemerintah daerah.

Perlombaan perahu naga ini memiliki akar sejarah panjang yang dimulai pada 1950-an. Awalnya, Dragon Boat Race merupakan ritual keagamaan warga Tionghoa di Pelantar Dua dan Tiga yang dilaksanakan bersamaan dengan Sembahyang Keselamatan Laut. Tradisi ini juga bertujuan mengenang sosok negarawan Qu Yuan dari Kerajaan Chu, simbol pengorbanan dan kesetiaan dalam budaya Tionghoa.

Dari Ritual ke Atraksi Wisata

Pada tahun 1992, pemerintah Kabupaten Kepulauan Riau saat itu melihat potensi besar dari lomba ini sebagai atraksi wisata budaya. Dragon Boat Race pun diambil alih dan dikemas sebagai event tahunan yang dirangkai dengan berbagai kegiatan bahari lainnya. Sejak saat itu, perlombaan ini menjadi magnet wisata yang mampu menyedot perhatian ribuan pengunjung setiap tahunnya.

Puncaknya, pada tahun 2014, Dragon Boat Race berpindah lokasi ke Sungai Carang dan mulai menggunakan standar internasional dari International Dragon Boat Federation (IDBF). Kepanitiaan melibatkan BP PODSI Pusat dan PODSI Tanjungpinang. Hadiah pun meningkat signifikan hingga mencapai ratusan juta rupiah.

Dampak dan Ancaman

Kegiatan ini tidak hanya memberikan hiburan dan menjaga tradisi, tapi juga memberikan dampak ekonomi positif seperti peningkatan pendapatan pelaku UMKM serta peluang kerja temporer. Namun, seperti dua sisi mata uang, event ini juga menyebabkan kepadatan lalu lintas dan berpotensi memicu kesenjangan sosial di beberapa wilayah.

Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, keberlangsungan Dragon Boat Race mulai meredup. Perubahan kepemimpinan setiap lima tahun di Tanjungpinang justru membuat konsistensi pelaksanaan kegiatan ini melemah. Yang lebih memprihatinkan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Tanjungpinang kini enggan menganggarkan kegiatan ini dengan alasan klasik: “tiada anggaran.”

Sejumlah kepala Disparbud saat dimintai komentar oleh media bahkan menyampaikan ketidakmauan mereka untuk melanjutkan tradisi ini dengan alasan keterbatasan dana dan prioritas kebijakan lain yang tidak jelas arahnya.

Kembali ke Akar Tradisi

Kini, Dragon Boat Race hanya dilakukan secara sederhana oleh masyarakat Pelantar Tiga, tanpa dukungan resmi pemerintah, dan tetap diselenggarakan setiap tahun sebagai bagian dari ritual Sembahyang Keselamatan Laut. Semangat masyarakat tetap menyala, meski bara dukungan dari pemerintah mulai padam.

Jika kondisi ini dibiarkan terus berlanjut, bukan tidak mungkin Dragon Boat Race—ikon budaya dan sejarah Tanjungpinang—akan benar-benar tenggelam dalam ingatan, hanya menjadi cerita masa lalu yang tak lagi dirayakan.


(Ruddi)

Posting Komentar untuk "Lomba Dragon Boat Race di Tanjungpinang Terancam Tenggelam!"